Bogor, (27/07) Merak, Banten — Jumat, 25 Juli 2025, Tim Rukyatul Hilal Dewan Pimpinan Daerah (DPD) LDII Kota Bogor bekerja sama dengan Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) LDII Provinsi Banten melaksanakan pengamatan rukyatul hilal untuk menentukan awal bulan Safar 1447 Hijriah, yang dipusatkan di Bukit Cikuasa Merak. Observasi tersebut berlangsung pada hari Jumat Pon, sesuai dengan Surat Instruksi Rukyah yang diterbitkan oleh Tim Rukyatul Hilal DPP LDII tertanggal 29 Muharram 1447 H atau 22 Juli 2025 M.
Menurut H. Rudi Abdillah dari DPD LDII Kota Bogor, rukyatul hilal merupakan metode penetapan awal bulan dalam kalender Hijriah melalui pengamatan langsung bulan sabit muda (hilal) di ufuk barat setelah terbenamnya Matahari. Ia menegaskan bahwa,
“jika hilal terlihat, maka keesokan harinya ditetapkan sebagai tanggal 1 bulan baru. Namun jika tidak terlihat, maka bulan sebelumnya digenapkan menjadi 30 hari.”
Sementara itu, H. Widarmawan, menjelaskan bahwa kata rukyat secara harfiah berarti melihat atau mengamati. Dalam konteks astronomi Islam, rukyat adalah aktivitas mengamati hilal baik dengan mata telanjang maupun menggunakan alat bantu optik seperti teleskop. Hilal sendiri adalah bulan sabit pertama yang tampak setelah fase ijtima’ (konjungsi), sebagai tanda dimulainya bulan baru dalam kalender Hijriah.

Berdasarkan perhitungan hisab dari Tim Rukyatul Hilal, pada Jumat, 25 Juli 2025 M:
• Ketinggian hilal: 7°01’36”
• Elongasi (jarak sudut antara Matahari dan Bulan): 8°56’41”
• Durasi visibilitas di atas ufuk: 34 menit 57 detik setelah matahari terbenam
• Ijtima’ (konjungsi): terjadi pada pukul 02.10.55 WIB, Jumat dini hari.
Secara astronomis, parameter tersebut menunjukkan bahwa hilal secara teoritis mungkin untuk dilihat, terutama dengan alat bantu.
Namun, Hanif Abdul Rahmanto, anggota Tim Rukyatul Hilal LDII Banten yang turut melakukan observasi, melaporkan bahwa hilal tidak berhasil teramati. Meski cuaca relatif cerah, awan tebal mulai menutupi langit sejak pukul 17.45 WIB, tepat saat fase kritis menjelang terbenamnya Matahari dan munculnya hilal, yang diprediksi dapat diamati antara pukul 17.57 hingga 18.32 WIB.
“Gangguan atmosfer, khususnya mendung yang menutupi Matahari, menjadi faktor utama kegagalan observasi hari ini,” jelas Hanif.

Kegiatan ini merupakan wujud konsistensi LDII dalam mengamalkan sunnah Rasulullah ﷺ terkait metode penetapan awal bulan, terutama yang berkaitan dengan ibadah-ibadah mahdhah seperti puasa, zakat, dan haji. Dengan pengamatan langsung yang dilakukan secara serentak di berbagai titik di Indonesia, LDII menekankan pentingnya keseimbangan antara hisab dan rukyat sebagai pendekatan ilmiah sekaligus syar’i.
Meskipun hilal tidak terlihat, proses rukyatul hilal tetap dianggap sah dan menjadi landasan untuk menggenapkan bulan Muharram menjadi 30 hari, sesuai kaidah fikih yang berlaku.
Tim Redaksi: Budi Setiadi (Reporter) / Gina Nur Rahma Gustiani Editor)